Sebuah kisah sederhana,
seorang perempuan tangguh guru kami
Ibu kami,
penuntun dalam kegelapan, pahlawan hingga keabadian merengkuhnya
Senyumnya merekah ramah bak kusuma di senja, menyapa dan membelai jauh
Suaranya seperti nyanyian surga, memeluk dan merengkuh trenyuh
Kami tenggelam jauh ke dalam buaian ilmunya
Dari balik layar maya dunia,
sejenak ternaifkan oleh kefanaan yang menggelitik menggoda
Berbincang dalam waktu yang abadi,
kekal dalam dekapan imaji
Bak berbaring di atas rumput hijau bukit kelabu,
di bawah langit biru yang menangis sendu
Lalu, Ibu kami pergi, meninggalkan kami mengambang dalam diam dan takut
Kami berdoa, dalam diam dan khusyuk,
Kembalikan Ibu kami...
Bersorak, riuh dengan euforia sesaat, kali ini
Tersihir, kami mengamini, khusyuk dan penuh pengharapan
Ibu, kita akan bersua, kita akan tertawa bersama, kami akan mencium tangan Ibu
Ibu, tidak lagi resah akan terpisah, kami akan duduk di depanmu, melingkar bersimpuh
"Jagalah dia, hilangkan deritanya, biarkan kami bersua, sebentar saja."
Dalam doa, dalam malam yang hening, alam mengamini
Dan Tuhan bertindak, lebih dari yang kami pinta
Lalu Ibu melangkah, jauh dari gapaian tangan-tangan kami, suara-suara kami
Lusa kami akan melihat senyum hangatnya, suara ramahnya, kiranya
Namun, angin mengantar awan kelabu dengan cepatnya
Dalam senja, Ibu berpulang, dengan senyum hangat dan sorot mata bahagia
Beristirahatlah dengan tenang dalam rengkuhan-Nya, Ibu
Dalam doa-doa, bertaut terpilin mengantar ke surga Ibu berada
Terima kasih atas segalanya, kita pasti akan bersua, nanti.
Teks: Intan Eliyun Nikmah
Ilustrasi: Sprich! 2021
Artikel ini pernah diterbitkan oleh Sprich! 2021 di issuu.com