Wah! Ada yang baru saja lulus, nih! Lulusnya lebih cepat dari yang lain lagi, keren nggak, tuh? Keren banget, dong! Siapa lagi kalau bukan Felisitas Midjiel dari Angkatan 2017 yang baru saja lulus pada bulan Februari lalu. Alumni Sastra Jerman yang kerap disapa Midjiel ini berhasil lulus hanya dalam kurun waktu 3,5 tahun. Tidak hanya itu, kelulusannya dibarengi segudang prestasi. Apa saja sih, yang berhasil Midjiel capai? Terus, gimana sih, caranya supaya bisa lulus 3,5 tahun? Simak, yuk!
PERNAH JADI WAKIL MAPRES DI PILMAPRES Ul 2020
Berbeda dengan Pilmapres 2021 yang diselenggarakan secara online, Pilmapres 2020 diselenggarakan secara offline sehingga memiliki tantangan sendiri. Midjiel menuturkan bahwa mengikuti ajang perlombaan bergengsi ini cukup menegangkan namun juga penuh dengan keseruan.
Ketegangan dimulai dari pemilihan kandidat yang akan mewakili Sastra Jerman pada ajang Pilmapres UI 2020. Melalui musyawarah, keluarlah dua nama yang menjadi wakil, salah satunya adalah Midjiel. Segera setelahnya, ia pun harus melengkapi beberapa dokumen seperti identitas diri, daftar prestasi, dan makalah penelitian.
Midjiel mengungkapkan bahwa keseruan dalam proses pembuatan makalah muncul ketika ia bersaing dengan rival-rivalnya dari jurusan lain. Namun, justru rasa persaingannya ini berbeda dari seperti yang dibayangkan sebelumnya. “Seperti bekerja sama dengan rival, tapi bahasan makalahnya kita itu beda banget, jadi.. ya sudah, aku nggak ngerasa itu merupakan kompetisi yang heboh banget,” tutur perempuan yang saat ini tengah bekerja sebagai copywriter.
Dalam karya tulisnya, Midjiel membahas responsible consumption dari tema besar Sustainable Development Goals (SDGs) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). SDGs merupakan sebuah upaya dari PBB untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik dan berkelanjutan bagi generasi mendatang pada tahun 2030. Penelitian Midjiel sendiri berfokus pada kebiasaan masyarakat masa kini ketika mengunjungi kafe. “Karena sekarang orang ngopi bukan cuma buat ngopi doang, buat nongkrongnya lah, atau buat foto di Instagram. Jadi, aku bahas dari sisi gaya hidupnya,” terang Midjiel.
Dari proses pembuatan makalah, Midjiel juga belajar mengenai penulisan tugas akhir, sehingga saat ia memasuki semester akhir, ia sudah siap. Selain itu, ia juga mendapatkan pelatihan mengenai cara presentasi di depan publik secara singkat dan jelas.
“Belajar presentasi juga, karena waktu presentasi di Gedung II ditonton orang banyak. Kontestan lain juga ikut menyaksikan presentasi kita,” terangnya.
Pesan Midjiel, mahasiswa yang saat ini ingin menjadi wakil dari Sastra Jerman di ajang Pilmapres harus mempertahankan dan meningkatkan pencapaian Indeks Prestasinya. Selain itu, penting juga untuk memiliki prestasi di luar studi dan aktif dalam organisasi atau kepanitiaan. Tidak ada yang perlu ditakutkan atau dikhawatir-kan ketika mengikuti perlombaan ini karena dosen-dosen Sastra Jerman akan turut membimbing selama proses persiapan sampai perlombaan.
Foto pribadi: Felisitas Midjiel |
NGERJAIN TUGAS AKHIR SECARA DARING ITU, PR BANGET!
Menjadi mahasiswa semester akhir, tentu tidak lepas dari yang namanya Tugas Akhir (TA). Hal itu juga dialami Midjiel di tahun terakhirnya menjadi mahasiswa. Ia pun dihadapkan dengan pandemi yang menyebabkan pengerjaan TA-nya harus dilakukan secara daring. “Asli, PR banget! Aku tektokan aja sih, karena aku sama dosen pembimbing aku lumayan sering ngobrol di WhatsApp (WA). Kalau sudah selesai revisi, aku langsung chat beliau,” terangnya.
Midjiel mengangkat topik terkait sastra dan budaya dalam TA-nya. Ia menganalisis sebuah cerpen hyperrealist dari Turki untuk menjadi Tugas Akhir, dengan pemaknaan ruang dan identitas imigran sebagai fokus penelitiannya.
“Jadi ceritanya, tokoh utama cerpen ini memiliki cermin. Sepanjang cerita, ia seolah-olah mengobrol dengan orang yang sudah mati di cermin itu. Menurut aku itu aneh banget, jadi menarik buat aku bahas.” tutur Midjiel.
Salah satu kesulitan yang Midjiel temukan yaitu ketika mencari waktu bimbingan yang tepat. Namun, sisi positif di balik semua itu, ia tidak harus pergi jauh-jauh ke kampus untuk bimbingan. Kalau pun dosen pembimbing tidak jadi melakukan bimbingan, tidak akan ada perjalanan jauh yang terbilang percuma.
LULUS 3,5 TAHUN? KENAPA ENGGAK!
Ketika berbicara tentang kelulusannya yang terbilang cepat, ternyata Midjiel sudah merencanakannya semenjak semester awal. Ia sengaja mengambil kelas eksternal sebanyak empat kali pada semester dua, lima, enam, dan tujuh. “Tahun 2020, salah satu syarat kelulusannya vyaitu harus memperoleh lebih dari 144 SKS, sedangkan matkul wajib itu jumlahnya hanya sekitar 120 SKS. Jadi, aku harus menambahkan SKS dengan mengambil mata kuliah eksternal,” tuturnya.
Di balik keberhasilannya menyelesaikan studi hanya dalam 3,5 tahun, Midjiel juga mengalami beberapa halangan yang cukup membuatnya kewalahan, salah satunya ketika memasuki perkuliahan di semester 3. Ia mengaku kaget dengan materi yang lebih susah dan dosen-dosen yang baru. Untuk mengatasi masalah tersebut, ia melakukan beberapa hal seperti belajar bersama teman-temannya dan mengikuti kegiatan lain di luar studi. Sebagai anggota aktif Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Tenis Meja, tak jarang ia berlatih tenis meja untuk menghilangkan lelah dan stres selama di kelas. Selain itu, Midjiel juga aktif mengikuti kepanitiaan tingkat fakultas seperti OLIMBUD FIB UI.
Kepada mahasiswa yang masih menempuh pendidikan di Sastra Jerman UI, khususnya yang ingin lulus 3,5 tahun, Midjiel berpesan, “lebih baik mulai mempersiapkan diri dari sekarang, misalnya SKS-nya dipenuhi dan mulai cari-cari tema yang menarik buat dijadikan TA.” Ia juga menambahkan bahwa topik Tugas Akhir dapat berasal dari mana saja, seperti games, film, atau fenomena di lingkungan masyarakat Jerman.
Teks: Intan Eliyun Nikmah
Foto: Felisitas Midjiel
Ilustrasi: Maria Helena Diogo
Artikel ini pernah diterbitkan oleh Sprich! 2021 di issuu.com