Foto: Dokumentasi Pribadi Monica Wijaya |
Monica Wijaya atau yang lebih akrab disapa Monica, adalah salah satu alumni Sastra Jerman Universitas Indonesia yang berkesempatan untuk Praktikum (magang) di Jerman. Tidak tanggung-tanggung, Monica melakukan Praktikum dengan program beasiswa yang diberikan oleh Deutscher Bundestag (Parlemen Jerman). Psst, Monica dan tiga teman lainnya merupakan perwakilan Indonesia yang pertama kali mengikuti program ini, loh!
Penasaran dengan apa saja kegiatan dalam program ini? Yuk, langsung saja simak cerita dari Monica!
Beasiswa magang di parlemen Jerman, apa itu?
Diadakan sejak tahun 1986, Internationales Parlaments-Stipendium des Deutschen Bundestages atau biasa disingkat IPS adalah program berdurasi lima bulan yang terdiri dari berbagai seminar dan kegiatan menarik, termasuk kuliah selama satu semester di Humboldt-Universität zu Berlin serta magang selama tiga bulan di kantor salah seorang anggota parlemen (Abgeordnetenbüro). Peserta berkesempatan untuk mengikuti dan melihat secara langsung keseharian para politisi yang mewakili rakyat di Deutscher Bundestag.
Setiap tahunnya, program IPS diadakan dari 1 Maret hingga 31 Juli. Program ini dibuat oleh Deutscher Bundestag untuk 120 pemuda-pemudi dari 50 negara, mulai dari Eropa hingga Asia. Harapannya adalah program ini dapat mempererat hubungan Jerman dengan 50 negara tersebut, di antaranya melalui penguatan toleransi dan nilai demokrasi serta pertukaran budaya.
Dari pemberkasan hingga wawan-cara dengan anggota parlemen Jerman
Meskipun sudah ada sejak tahun 1986, program ini baru dibuka untuk pemuda-pemudi Indonesia pada tahun 2020 lalu. Monica pun pertama kali mendengar program ini pada bulan Mei 2020 dengan tenggat pendaftaran pada 31 Juli 2020.
"Aku pertama kali tahu program ini dari Herr Rabl. Beliau dan Bu Lila sangat mendukung serta banyak membantu persiapanku," ujarnya.
Persyaratan umum dari program ini, yaitu pelamar harus berusia di bawah 30 tahun, memiliki ijazah S-1 dari jurusan apa saja, sertifikat bahasa Jerman minimal level B2, dan minat di bidang politik. Proses pendaftarannya terdiri dari dua tahap, yaitu seleksi berkas dan wawancara dengan anggota parlemen Jerman.
Pada seleksi berkas sendiri, Monica harus mengisi formulir panjang yang serupa dengan CV. Pertanyaan- pertanyaannya cukup umum, seperti rencana jangka panjang, role model, dan motivasi. Di samping itu, terdapat beberapa pertanyaan khusus, seperti buku apa yang sedang dibaca, koran apa yang biasa dibaca, dan sejenisnya.
"Mereka ingin tahu arah pikiran kita tuh, gimana," terang Monica.
Setelah pengiriman berkas, barulah pada bulan September, Monica mendapat kabar bahwa tim panitia ingin berkenalan dengan para kandidat. Perkenalan dilaksanakan melalui Zoom dan berdurasi sekitar 10 menit. Di sana, tim panitia berniat memverifikasi isi formulir dengan para kandidat secara langsung.
Kurang lebih dua minggu kemudian, datanglah undangan wawancara yang sesungguhnya. Monica diwawancarai oleh seorang anggota parlemen Jerman dan perwakilan dari sekretariat IPS. Mereka menanyakan hal- hal seputar pemerintahan Jerman, seperti dasar-dasarnya, susunan pemerintahannya, sampai siapa saja yang sedang menjabat saat ini. Kemudian, wawancara dilanjutkan lebih dalam dengan melihat Motivationsbrief Monica. Dalam Motivationsbrief, Monica menyatakan minatnya di bidang keamanan. Oleh karena itu, saat wawancara, Monica diminta memberikan pendapatnya terhadap contoh-contoh kasus, seperti perdagangan senjata, konflik ekstrimis, dan sebagainya.
Keseharian Monica di Bundestag
Ditempatkan di kantor anggota parlemen dari Partai CDU (Christlich Demokratische Union)
Bila berbicara tentang perpolitikan Jerman, mungkin kita sering mendengar nama CDU. Tak heran, hal itu karena CDU adalah partai terbesar di Jerman yang mendapat kursi terbanyak di Deutscher Bundestag pada periode ke-19 lalu. Salah satu tokoh ternama dari Partai CDU adalah Kanselir Jerman yang pada tahun 2021 ini mengakhiri 16 tahun masa jabatannya, yakni Angela Merkel.
Ketika ditanya bagaimana bisa ditugaskan di CDU, Monica menjawab bahwa penempatan itu dilakukan secara acak dan bisa jadi tidak sesuai dengan keinginan peserta. Program ini juga ingin mengajarkan pesertanya untuk memahami perspektif politik yang mungkin tidak sesuai dengan preferensi pribadi mereka.
"Sebelum program dimulai, aku mengisi formulir untuk memberi tahu partai yang aku inginkan sebagai tempat magang nantinya. Aku mencentang hampir semua partai, kecuali yang menurutku terlalu ekstrem seperti AfD dan Die Linke. Kalau ngomongin CDU, ideologinya itu termasuk nilai-nilai kristen-sosial, liberal, dan konservatif. Di parlemen, CDU membentuk fraksi bersama CSU, sister party-nya dari Bayern.
Kedua partai ini banyak memenangkan suara dari orang-orang berusia di atas 60 tahun, pengusaha, churchgoers, dan mereka yang tinggal di daerah rural," terang Monica.
Mengikuti seminar online
Program IPS kali ini sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya karena adanya situasi Covid-19. Selama bulan pertama Monica di Berlin, ia mengikuti seminar, diskusi, dan debat secara online. Temanya mulai dari korupsi sampai Erinnerungskultur.
"Waktu pertama kali bertemu teman-teman di sini, terasa banget gimana mereka gila-gilaan kalau berpendapat. Aku shock, hahaha, tapi aku sadar, aku harus mulai belajar kayak gitu juga," canda Monica.
Tidak hanya bekerja sama dengan tiga universitas favorit di Berlin, yaitu Humboldt-Universität zu Berlin, Technische Universität Berlin, dan Freie Universität Berlin, program ini juga bekerja sama dengan enam politische Stiftungen (organisasi politik) di Jerman. Mereka turut memberikan seminar dengan berbagai subtema seputar politik.
"Acaranya banyak banget dan semuanya sangat menarik," tutur Monica.
Bekerja di Abgeordnetenbüro
Setelah berkenalan dengan Abgeordneter (anggota parlemen)-nya, Monica langsung diberi tahu tugas-tugas dan jam kerjanya. Situasi Covid-19 membuat Monica hanya perlu datang ke kantor setidaknya tiga kali seminggu. Di sana, Monica diberi berbagai tugas, seperti menyortir surat, menulis e-mail, mengedit pidato, dan membantu urusan administratif lainnya. Salah satu tugas yang paling berkesan bagi Monica adalah menyusun draf jawaban untuk warga yang menulis e-mail ke Abgeordneter-nya.
"Isinya macam-macam, ada yang memberi dukungan, protes, saran, dan lainnya. Aku sangat kagum dengan kedekatan masyarakat Jerman dengan wakilnya di Bundestag," ungkap Monica.
Menemani Abgeordneter pertemuan-pertemuan penting
Di parlemen, ada minggu-minggu tertentu yang sangat sibuk, yaitu Sitzungswoche. Selama Sitzungswoche, rapat-rapat fraksi, kelompok kerja, komisi, serta rapat pleno dan lainnya berlangsung sehingga para Abgeordnete wajib berada di Berlin. Di luar Sitzungswoche, para Abgeordnete akan kembali ke Wahlkreis (daerah pemilihan) masing-masing.
"Aku berkesempatan untuk melihat langsung dan mendampingi bosku dalam beberapa rapat tertentu. Kebetulan Abgeordneter-ku ada di komisi transportasi, infrastruktur digital, dan turisme. Kalau ada rapat proyek, aku pun boleh ikut, misalnya pada pertemuan untuk membahas pembangunan tunnel yang menghubungkan Jerman dan Denmark."
Bertemu Angela Merkel
Satu hal yang sangat tidak terlupakan bagi Monica, yaitu melihat Angela Merkel dengan mata kepalanya sendiri ketika menemani Abgeordneter-nya melakukan voting undang-undang parlemen.
Monica menyaksikan keunikan tiga macam voting di Jerman: angkat tangan (Handzeichen), keluar Plenarsaal kemudian masuk lagi melewati pintu tertentu (Hammelsprung), dan voting menggunakan kartu nama (namentliche Abstimmung). Fraksi- fraksi di sana juga menyampaikan standpoint dan argumen masing-masing terkait undang-undang yang akan ditetapkan, biasanya diikuti dengan debat panas.
Saat diadakan namentliche Abstimmung, suasana di sekitar lobi Plenarsaal jadi sangat menarik karena Angela Merkel sebagai Kanselir Jerman serta pejabat-pejabat penting lainnya juga ada di sana.
"Ketika Angela Merkel datang di lobi, aku langsung terkesima, ngerasain atmosfer ruangan itu tiba-tiba berubah. Untungnya Abgeordneter-ku baik banget dan pengertian. Beliau minta aku berdiri deket-deket Frau Merkel, terus difotoin pakai HP-nya. Biasanya cuma bisa liat di YouTube atau TV, kali ini aku bisa berada di satu ruangan bareng dengan mereka. Seperti mimpi rasanya," jelas Monica.
Diberikan kartu akses pegawai Bundestag
Selama program IPS, Monica diberikan kartu akses pegawai yang bisa digunakan untuk datang kapan saja ke gedung-gedung di Regierungsviertel.
"Kemewahan Gedung Reichstag selalu membuatku kagum. Kagum juga karena Jerman sangat welcome dan terbuka dengan anak-anak muda dari seluruh dunia untuk memperlihatkan langsung bagaimana proses pemerintahan mereka," ungkap Monica ketika mendeskripsikan perasaannya saat bisa mengunjungi Reichstag lagi—bukan sebagai turis, melainkan tamu resmi.
Dapat pengalaman internasional berskala
Pengalaman mengikuti program IPS pastinya akan menjadi nilai plus di antara berbagai pengalaman yang Monica cantumkan dalam CV-nya. Lima bulan berada di Berlin, Monica mengakui kemampuan bahasa Jermannya sangat terasah. Awalnya, memang kaget, apalagi harus beradaptasi dengan lingkungan kerja yang serba Jerman.
"Setiap hari pakai bahasa Jerman memang pusing, tapi menantang," kata Monica.
Selain itu, bertemu dengan peserta lainnya dari berbagai negara juga menjadi pengalaman unik bagi Monica. Selama program IPS, Monica mendapatkan pengetahuan mengenai dunia politik Jerman dan cerita politik dari negara asal teman-temannya. Tak jarang mereka berkumpul untuk berpesta dan mencoba makanan khas dari negara masing-masing. Di waktu luang, mereka berjalan-jalan menyusuri kota Berlin.
Bertemu Duta Besar Indonesia di Jerman
Monica dan teman-teman dari Indonesia sempat diundang oleh Duta Besar Indonesia yang ada di Jerman untuk berbincang-bincang. Beliau sangat tertarik dengan anak-anak muda Indonesia yang ada di Jerman, entah yang sedang magang ataupun kuliah. Monica juga berkesempatan untuk memperkenalkan Abgeordneter-nya kepada Pak Duta Besar (Dubes). Keduanya berkenalan dengan baik, bahkan Pak Dubes berencana mengunjungi Reutlingen, daerah pemilihan (dapil) Abgeordneter Monica.
"Kami juga diundang makan malam sambil ngobrol-ngobrol banyak bersama Pak Dubes," ujar Monica.
Belajar bahasa Jerman membuka banyak kesempatan
Sedari dulu, Monica memang sudah tertarik dengan dunia politik, bahkan tadinya berniat untuk mengambil jurusan Hubungan Internasional. Meskipun akhirnya kuliah Sastra Jerman, Monica tidak pernah menyesal sedikit pun.
"Belajar budaya dan bahasa Jerman sangat menguntungkan karena negara Jerman sendiri sangat baik dan membuka banyak kesempatan bagi pemelajar bahasa Jerman. Aku juga sempat mendapatkan beasiswa DAAD Hochschulsommerkurs di Weimar pada tahun 2018 dan Jugendkurs di Gengenbach pada tahun 2014," jelas Monica.
Sprich!: Apakah kamu ada tips untuk teman-teman yang ingin mendaftar program IPS?
Monica: Intinya jangan takut untuk mencoba. Kalau gagal setelah mencoba, itu tidak masalah, tetapi kalau menyerah sebelum mencoba, itu gak banget. Siapkan dokumen-dokumen dengan lengkap. Konsultasi ke dosen juga sangat membantu. Jangan takut menggunakan bahasa Jerman karena aku dulu juga takut-takut kalau mau ngomong dan sekarang nyesal karena kurang maksimal jadinya. Kalian bisa juga dari sekarang mencicil baca-baca berita perpolitikan Jerman.
Untuk teman-teman yang masih kuliah, kalau bisa diseimbangkan antara waktu bermain dan waktu belajar. Jangan pernah merasa sendirian karena teman-teman kalian juga pasti merasakan kesulitan yang sama. Buatlah kelompok belajar bersama agar lebih ringan dan bisa sharing. Selain itu. maksimalkanlah waktu dengan dosen native. Mereka sangat terbuka dan suportif kalau ada yang mau ngobrol tentang pendidikan atau karir di Jerman ataupun di Indonesia. Semangat! Toi Toi!
Setelah menyelesaikan program IPS...
Setelah program IPS, Monica ingin mencoba ikut seleksi program beasiswa Erasmus di bidang studi keamanan internasional. Selain itu, ia juga ingin mencoba kesempatan lainnya yang sangat banyak tersedia di Jerman.
Viel Erfolg, Monica!
Artikel ini pernah diterbitkan oleh Sprich! 2021 di issuu.com