Merantau adalah fenomena sosial yang lazim terjadi di Indonesia. Fenomena ini lumrahnya disebabkan oleh alasan-alasan berikut: 1) kurangnya lapangan pekerjaan di kampung halaman; 2) putus cinta; dan 3) diterima di universitas favorit seperti Ul. Suka dan duka; pahit dan manis; sehat dan sakit; awal dan akhir bulan tentunya merupakan paket yang acap kali dikonsumsi oleh perantau, khususnya mahasiswa. Penasaran seperti apa sepak terjang kehidupan para perantau Sastra Jerman? Demi memuaskan hasrat kalian, Sprich! akan menghadirkan beberapa cuplikannya.
- “Di kampung, saya adalah orang yang religius. Tapi, setelah terpapar kehidupan urban, saya mulai mempertanyakan keharaman alkohol, babi juga.”
- “Temen sih temen, tapi ga numpang 3 hari seminggu juga dong. Mending kalo ptpt. Air aja ngerebus.”
- “Banyak banget sih cerita menarik di kosan, tapi yang paling berkesan adalah ketika teman sekamar harus pulang ke rumah karena dia sakit. Di saat yang bersamaan gue dapat kabar kalau ada kerabat gue yang meninggal dunia. Waktu itu gue jadi enggak berani masuk kosan dan cuma bisa nangis-nangis di tangga sambil telepon Mama.”
- “Saya selalu sedia ‘promag’, terima kasih ‘promag’.”
- “Waktu tetangga kanan dan kiri gue kemalingan, kamar gue juga dibobol, tapi enggak ada yang hilang.”
- "Setiap bulan puasa, gue dan tetangga sebelah kamar saling berbagi takjil karena sama-sama anak rantau! Duh, jadi teringat masakan Bundo di Kampuang.”
- “Gue tinggal di kosan yang sama dengan Amal dan Jessica, teman seangkatan gue. Bayangkan betapa bosennya gue ketemu mereka melulu.”
- “Kalau lewat jembatan Teknik-Sastra pas pulang malem, hati-hati ya! Gue sering liat ibu-ibu nyuci di danau, tapi di tengah."
- “Kamarku bersebelahan dengan kamar Yara, orang yang paling berjasa karena setiap pagi dia selalu membangunkan aku yang kebo ini.”
- “Saya tidak akan pernah lupa pengorbanan makan mie instan selama seminggu penuh demi menghemat uang untuk pulang kampung.”
- "Kosan gue yang tadinya angker bisa berubah menjadi tidak menakutkan lagi saat teman-teman sekelas datang untuk bikin properti teater bersama.”
Teks: Tim Redaksi Sprich! 2020
Artikel ini pernah diterbitkan oleh Sprich! 2020 di issuu.com