#BreakTheStereotype
Pertanyaan seperti "Lulusan Sastra Jerman nantinya kerja di mana, sih?" telah menjadi stereotipe yang tidak asing terdengar di kalangan mahasiswa jurusan sastra. Kali ini, kita akan melihat apakah stereotipe tersebut berlaku untuk Moza Irvanka, salah satu alumni Sastra Jerman UI yang sempat magang di organisasi Jerman, yaitu DAAD.
Sebelum membahas pengalaman Moza lebih lanjut, DAAD itu apa, sih? DAAD atau Deutscher Akademischer Austauschdienst adalah organisasi yang bergerak di bidang kerja sama akademik melalui pertukaran mahasiswa dan ilmuwan, yang berkolaborasi dengan berbagai universitas di Jerman! Menarik banget, kan? Yuk, kita kulik pengalaman Moza selama magang di sini!
sumber: dokumentasi pribadi |
Perjalanan Awal
Moza Irvanka atau kerap dipanggil Moza merupakan alumni Sastra Jerman Universitas Indonesia yang lulus pada tahun 2022. Di tahun yang sama, tepatnya di bulan Oktober, Moza memutuskan untuk memulai pengalaman kerjanya dengan program magang di DAAD. Selama empat bulan lamanya, Moza mendapatkan kesempatan untuk menjadi Praktikantin di DAAD Office Jakarta, hingga menduduki posisi sebagai Programme Assistant (Aushilfskraft). Tak disangka, keikutsertaannya dalam program DAAD Hochschulsommerkurs (HSK) — program beasiswa singkat selama musim panas — semasa kuliah justru mampu mengantarkannya dalam memasuki jenjang karier yang selaras dengan jurusan, loh!
Apa alasan Moza magang di DAAD?
“Rumornya, susah bagi anak Sastra Jerman untuk cari kerja yang linear dengan jurusan,” ucapnya. Hal ini yang kemudian mendorong Moza dan rasa ingin tahunya untuk bekerja di instansi yang linear dengan jurusan yang ia ambil. Ia juga merasa bahwa kemampuan berbahasa Jermannya masih perlu ditingkatkan, sehingga butuh dorongan eksternal agar bisa memperbaiki kelemahannya.
“Dengan magang di DAAD, aku bisa belajar mempraktikkan (bahasa secara langsung). Belajar di kampus dengan dunia kerja itu berbeda. Kalau di kampus masih bisa terbantu dengan bertanya ke teman pakai bahasa Indonesia, sedangkan selama magang, aku harus siap semuanya karena Director Regional Office itu native (orang Jerman) dan saat meeting juga pakai bahasa Jerman. Jadi, magang ini adalah praktik langsung dari ilmu-ilmu yg didapat di kampus. Pengalaman saat di kampus dan kerja itu beda banget, tapi sangat berguna,” jelas Moza.
Magang di DAAD ngapain aja, sih?
Moza berkata bahwa ia lebih sering terlibat dalam mengurus media sosial DAAD. Ia bertanggung jawab untuk mendesain unggahan dan membuat konten “Kupas Tuntas Beasiswa DAAD”. Selain itu, Moza turut berpartisipasi menjadi moderator dalam webinar, berkomunikasi bersama universitas yang menjadi partner DAAD, mendokumentasikan kegiatan, serta terlibat dalam banyak event untuk berbagi informasi kepada para pengunjung pameran pendidikan tinggi, seperti dalam acara European Higher Education Fair (EHEF), Universitas Indonesia Career, Internship, Scholarship, dan Entrepreneurship (UI CISE), LPDP Festival, dan lain-lain.
sumber: dokumentasi pribadi |
Kerja di organisasi Jerman itu perlu skill bahasa apa aja?
“Tentunya Jerman. Setiap hari Senin akan ada Jour Fixe, yaitu meeting report. Jadi, kita harus pakai bahasa Jerman, wajib.” jelasnya. Selain meeting, bahasa Jerman juga dipakai dalam berkomunikasi dengan international office yang bekerja sama dengan DAAD untuk memperkenalkan program-program mereka dalam acara Online Hochschule Presentation. Tidak hanya bahasa Jerman, kemampuan bahasa Inggris juga diperlukan untuk sharing informasi dalam event internasional, seperti European Higher Education Fair (EHEF). Bahasa Indonesia yang baik juga diperlukan ketika berbicara bersama staf DAAD dan keperluan event nasional.
Kesulitan selama magang di DAAD dan cara menanganinya
Selama magang, Moza berkata bahwa ia pernah mengalami kesulitan sebab kemampuan bahasa Jermannya yang dirasa masih perlu ditingkatkan. Hal ini terjadi karena dia tidak terbiasa untuk berbicara dalam bahasa asing tersebut. Salah satu cara menyiasatinya adalah dengan mempersiapkan diri sehari sebelum meeting dengan mempelajari apa saja yang akan dibahas saat pertemuan.
Kesan & pesan selama magang di DAAD
“Aku suka dengan hal yang dinamis. Jadi, ada aja hal baru yang gak ngebosenin,” jelasnya. Selama terlibat di dalam berbagai event, Moza mengaku senang sebab selalu bertemu dengan orang baru. Tak jarang, Moza juga mendapatkan berbagai hal baru untuk dipelajari. Bahkan, ia menyebut magang di DAAD sebagai kegiatan yang work-life balance, sehingga aktivitas sehari-harinya tidak terganggu.
sumber: dokumentasi pribadi
Pesan Moza kepada teman-teman Sastra Jerman yang masih berkuliah
Beberapa mahasiswa di FIB ada yang menjadikan jurusannya sebagai pilihan yang kesekian—atau istilahnya “kecemplung”, tetapi Moza berpesan untuk jangan pernah menganggap remeh apa yang ada di depan mata dan cobalah untuk menyelesaikannya dengan baik. Moza juga berpesan untuk perbaiki apa yang masih kurang dan jangan menunda-nunda tugas.
“Kita boleh punya tujuan untuk kerja di mana, tapi tuntaskan dulu apa yang sudah kita mulai karena ada kemungkinan hal yang kita lewatkan ini adalah hal yang penting atau malah bisa mengantarkan kita ke tujuan kita. Juga, ketika kita memiliki masalah, jangan lari. Sebaliknya, kita harus coba hadapi dan lawan,” ucapnya.
***
Nah, itu dia sedikit dari pengalaman yang bisa dibagikan oleh Moza selama magang di DAAD. Artikel ini pun diharapkan dapat menjadi motivasi bagi kita, khususnya mahasiswa/i Sastra Jerman, untuk bisa menyelesaikan studi kemudian mencari peluang kerja sesuai dengan jurusan.
Jadi, gimana? Tertarik untuk kerja di DAAD juga? Atau kamu sudah menargetkan akan masuk di organisasi, lembaga, atau perusahaan Jerman lainnya bahkan langsung berkarir di Jerman? Semangat, teman-teman semua! Sampai jumpa di artikel Sprich! Magazin lainnya! 。^‿^。
Teks: Raissa Nailah
Penyunting Teks: Putri Almira
Ilustrasi: Tiara Karina